Dia datang! Aku ulangi lagi. Dia datang! Aku melihatnya! Dia
sedang duduk di sana, mengenakan topi berwarna hitam, jaket denim, dan celana
hitam juga. Ah, penampilannya masih sama. Yah, meskipun terlihat jelas bahwa
warna rambutnya berbeda, sih. Tapi aku tahu betul bahwa itu Hyungwon.
Aku tidak menyangka bahwa dia benar-benar akan datang.
Maksudku, jarak antara Korea dan Amsterdam itu bukan jarak yang dekat. Dia
benar-benar datang. Baiklah, meskipun lama, kuakui bahwa Hyungwon bukanlah
laki-laki yang suka ingkar janji.
Aku ingat betul, bagaimana liburan kami berdua di Amsterdam
dua tahun lalu. Waktu itu Hyungwon berjanji akan datang ke sini
lagi—mengajakku, tentu saja. Aku ingat betul bagaimana ia harus buru-buru
pulang karena ada pekerjaan yang mendesak.
Aku ingat betul bagaimana ia amat sangat berat hati
meninggalkanku di sini, karena ia ada urusan. “Jalan-jalan yang aku janjikan,
belum semuanya terpenuhi.” Katanya kala itu. Tapi aku meyakinkannya, bahwa aku
tidak apa-apa ditinggal sendirian. Toh, hanya tinggal satu destinasi yang belum
kami kunjungi saat itu.
Ya, tempat ini. Di belakang Rijksmuseum—ugh, menyebutnya
agak sulit—di mana terdapat tulisan “I amsterdam.” Mungkin itu alasan Hyungwon untuk datang ke sini. Jelas, dia datang untuk menepati janjinya padaku.
Sungguh, aku tak menyangka bahwa dia benar-benar ke sini.
Duduk di sana, entah memandang apa. Maksudku, yeah, sulit untuk mempercayainya
dia benar-benar di sana.
“Hyungwon-a!”
Aku memanggilnya, tapi dia tidak menoleh. Oh, mungkin aku
kurang dekat. Dia tidak mendengarku. Wajar sih, tempat ini tidak sepi. Mungkin
saja suaraku kalah dengan suara-suara turis lain.
“Hyungwon-a!”
panggilku lagi. Dia masih tidak mendengarnya. Baiklah, mungkin lebih baik aku
langsung memeluknya saja?
Ugh, tidak. Tidak. Kami sudah tidak bertemu selama dua
tahun, bagaimana bisa aku langsung memeluknya? Terlebih lagi, setelah dua tahun
lalu, Hyungwon sama sekali tidak menghubungiku—ya, ini salah satu alasan
mengapa aku sangat kaget dia tiba-tiba ada di sini.
Aku kini berdiri tepat di depannya. Kulambaikan tanganku di
depan mukanya, tapi ia sama sekali tidak merespons. Uhm, apa jangan-jangan ia
tidak melihatku ya?
OH!
Astaga!
Aku lupa!
Aku kan kecelakaan pesawat saat hendak pulang ke Korea.
FIN
0 komentar:
Post a Comment