Joshua mengetuk-ngetukkan jarinya. Sambil memandang ke arah
gadis yang sedang duduk di hadapanya. Lelaki itu tidak bisa fokus. Jantungnya
berdegup lebih kencang jika ia sedang bersama dengan gadis di hadapannya ini.
Dan itu sungguh membuat ia merasa tidak nyaman. Ia tidak tahu kapan gemuruh di
jantungnya itu mulai datang. Yang jelas, seharusnya ini tidak boleh terjadi—setidaknya,
tidak kepada gadis yang ada di hadapannya.
Awalnya, ia sama sekali tidak menyadari tentang arti di balik
jantung yang berdegup lebih kencang ketika gadis itu menatapnya, darah yang
berdesir ketika gadis itu menyentuhnya, atau perasaan senang serasa melayang
tinggi menembus awan ketika gadis itu memujinya.
Ah, iya. Gadis itu punya nama omong-omong. Namanya adalah
Binnie. Dan dia dua tahun lebih muda dari Joshua.
Oke, cukup informasi mengenai Binnie. Kini kembali ke
Joshua. Awalnya, Joshua tidak mengenali itu semua sebagai perasaan jatuh cinta.
Tapi ketika ia bertanya pada sahabatnya—Yoon Jeonghan—semuanya menjadi jelas.
Jeonghan meyakinkan Joshua bahwa itu adalah cinta. Awalnya Joshua meragukan,
yah, karena pada dasarnya Jeonghan memang kadang suka berbohong. Tapi setelah
ia mengecek google, ia jadi percaya
pada Jeonghan.
Tentu saja Joshua tidak berkata pada Jeonghan bahwa gadis
yang dibicarakannya dengan Jeonghan kala itu adalah Binnie. Bisa dikata gila
kalau Joshua berkata pada Jeonghan.
Sebenarnya, bukannya Joshua tidak pernah jatuh cinta. Tapi
masalahnya, objek yang membuat ia jatuh kali ini adalah objek yang salah. Duh,
bagaimana ya menjelaskannya?
“Kak Josh? Kenapa?”
Oo—
Sepertinya ketuk-ketukkan yang sejak tadi Joshua timbulkan
membuat Binnie kehilangan konsentrasi membacanya. Hingga ia menurunkan bukunya
dan menatap Joshua.
“Aku tidak apa-apa.” Tentu saja Joshua berbohong.
“Jangan bohong, Kalau Kak Josh mengetuk-ngetukkan jari
begitu, itu tandanya pasti ada apa-apa.”
Oke, sebuah kesalahan besar karena telah berbohong dengan
Binnie. Karena hasilnya sama saja. ia kan tetap ketahuan kalau berbohong.
Joshua bingung. Ia bingung harus bagaimana. Lebih tepatnya,
ia bingung soal perasaannya. Ia ingin seperti laki-laki lain yang bisa
mengutarakan perasaannya pada seseorang yang ia cintai. Tapi mengutarakan
perasaan pada Binnie? Astaga, yang benar saja. Itu akan menjadi sangat janggal
dan tidak masuk akal.
Tapi jika ia tidak mengatakan, bisa-bisa ia akan dilanda
rasa ketidaknyamanan terus menerus yang bisa membuatnya pusing setengah mati.
“Kak?”
Joshua berdeham, melegakan tenggorokan, sekaligus mengurangi
kecanggungan. “Aku ingin berkata sesuatu.”
Joshua menarik napas dalam-dalam, bersiap untuk semua resiko
yang ada.
“Binnie, i love you.”
Joshua terdiam sebentar. “Kau tahu kan, perasaan untuk laki-laki pada
perempuan,” jelas Joshua.
Begitu mengatakan itu, Joshua langsung bangkit. Ia sama
sekali tidak bisa memandang wajah Binnie. Ia hanya ingin pergi dari sini
secepatnya, sebelum—
Binnie menahan lengan Joshua.
“I love you, too.”
Binnie menarik napas, “Kak Josh tahu kan, perasaan untuk perempuan pada
laki-laki.”
“But, we are sibling,”
ucap Binnie setelahnya.
Fin
0 komentar:
Post a Comment