Hari ini, Yuju rela bangun lebih pagi dari biasanya, dan
mandi lebih pagi dari biasanya. Tidak, dia bukan mau berkencan. Rencananya,
gadis itu akan pergi ke perpustakaan. Ia sudah bersiap sejak jam delapan.
Padahal perpustakaan buka jam sepuluh. Sengaja. Agar nanti saat pintu
perpustakaan dibuka, gadis itu bisa langsung masuk.
Jangan fikir Yuju anak rajin. Karena ini semua diakibatkan
karena ia terlalu lama menunda. Tugas filsafat yang diberikan minggu lalu, baru
akan ia kerjakan hari ini. Padahal, lusa adalah deadlinenya.
Sebenarnya Yuju tidak semalas itu, sih. Dua hari lalu, ia
sudah ke perpustakaan. Tapi buku yang direkomendasikan oleh dosen tidak ada. Ia
mencari buku lain, tapi materi yang ada di buku lain tidak terlalu lengkap. Dan
juga, bahasa yang ada di buku lain sangat sulit dipahami.
Oleh karena itu, Yuju memutuskan untuk menunggu salah satu
dari orang yang meminjam buku itu mengembalikan. Yah, walau itu terkesan nekat
sih. Tapi mau bagaimana lagi? Buku itu memang yang paling mudah dipahami.
Dan juga, dia sebenarnya sudah memiliki rencana lain jika
tidak kunjung menemukan buku itu. Memakai buku lain misalnya? Atau
pahit-pahitnya—jika ia tidak paham juga—dengan terpaksa Yuju menyalin pekerjaan
Eunha. Eunha sudah selesai ngomong-ngomong, Yuju sudah bertanya tadi malam.
Tapi, rencana lain itu sepertinya tidak akan ia lakukan. Karena tadi malam Yuju mengecek website perpustakaan kampusnya. Dan menemukan fakta bahwa salah
satu dari buku itu—tentu saja perpustakaan tidak hanya memiliki satu buku yang
sama—sudah ada yang mengembalikan. Maka pagi ini, Yuju berniat untuk
meminjamnya.
***
Yuju langsung menaiki tangga sampai ke lantai empat. Ia
bahkan tadi sudah menghapal rak di mana buku itu diletakkan—informasinya ada di
website universitas, omong-omong.
Gadis itu langsung menuju rak seratus.
Sekali pandang, buku itu langsung ketemu dan dengan cepat
gadis itu mengambilnya.
Sepertinya, kejadian-kejadian dalam drama-drama itu benar
adanya. Kali ini, ada sebuah tangan yang juga mengambil buku itu. Tapi jangan
harap kejadiannya akan romantis seperti yang biasanya. Karena tangan itu adalah
milik Dokyeom—teman sekelasnya—yang pasti juga sangat butuh buku itu.
Keduanya saling pandang. Tidak ada yang ingin mengalah atau
melepaskan buku tersebut.
“Aku duluan,” Yuju mulai angkat bicara.
“Jelas-jelas aku dulu.”
Oh astaga, padahal sudah jelas Yuju yang mengambil buku itu duluan dari rak. Yuju mengembuskan napas panjang, “Cari buku lain saja. Masih
banyak.”
Dokyeom menggeleng, “Kenapa tidak kau saja yang cari buku
lain? Buku tentang filsafat sampai tiga rak, loh.”
“Mengalah sama perempuan tidak bisa, ya?”
“Maaf. Tapi saat ini perempuan dan laki-laki berada di
derajat yang sama.”
Yuju berdecak, “Dokyeom!” gadis itu menarik bukunya. Tapi
genggaman Dokyeom tentu saja lebih kencang sehingga ia tidak bisa menarik buku
itu.
“SSSSSTTT!” petugas perpustakaan yang sedang menata buku,
menegur keduanya. Astaga, keduanya hampir lupa kalau mereka sedang ada di
perpustakaan.
“Sudahlah, kau mengalah saja. Tenagamu tidak akan kuat.”
Bisik Dokyeom.
“Dokyeom! Aku yang duluan. Kau ini kenapa, sih? Aku duluan
yang mengambil itu dari rak buku.” Yuju berusaha untuk menarik buku itu, tapi
tetap tidak bisa.
“Hai kalian!” Mingyu entah datang darimana, tiba-tiba muncul
di hadapan keduanya.
“Bukunya masih ada lagi, kok. Itu!” Mingyu menunjuk salah
satu meja yang ada di dekat mereka. Membuat keduanya otomatis menoleh, dan pada
saat itu, Kim Mingyu langsung menarik buku tersebut, dan segera berlari menuju
tangga.
“Tentu saja bukunya tinggal ini saja!” Mingyu
melambai-lambaikan buku itu ketika dia sudah jauh dari keduanya.
“YA! KIM MINGYU!” keduanya berteriak bersamaan.
“SSSSSTTT!”
fin
0 komentar:
Post a Comment