Eunha melihat ke arah jam bundar yang bertengger manis di
tembok bercat abu-abu, menunjukkan pukul empat sore. Gadis berambut pendek itu
mengembuskan napas keras-keras, “Lama banget sih. Janjinya jam berapa coba.”
Seharusnya, sudah satu jam yang lalu Eunwoo ke
sini–rumahnya. Tapi nyatanya, jam sudah menunjukkan pukul empat, lelaki itu tak
kunjung datang. Menelepon dan mengirim pesan sudah Eunha lakukan sejak tadi.
Tapi, percuma. Ponsel lelaki itu tidak aktif. Sialan, memang. Dia yang membuat
janji sendiri, dia yang terlambat.
Di mana laki-laki itu di saat Eunha membutuhkannya? Padahal
saat ini gadis itu sedang kesusahan mengerjakan soal fisika. Dia sudah berjanji
mau mengajarkan, tapi nyatanya apa? Ah, seharusnya Eunha mendengarkan perkataan
sahabatnya. Berpacaran dengan Eunwoo itu sangat butuh kesabaran.
Karena Eunha
harus siap diduakan dengan urusan olimpiade, belajar, dan lomba-lomba lain yang
menggunakan otak yang diikuti Eunwoo.
Bahkan saat malam minggu pun, mereka tidak pernah pergi
karena lelaki itu sibuk belajar. Suara klakson terdengar, membuat gadis itu
sadar dari lamunan, dan segera keluar rumah.
Eunwoo menyambut dengan senyum yang manis sekali. Jaket
merah dan topi putih yang ia kenakan, membuatnya semakin terlihat manis. Tidak,
tidak. Eunha tidak boleh terhanyut dalam pesonanya. Dia seharusnya marah,
bukannya justru terpesona begini.
“Kamu dari mana aja–”
Baru saja hendak mengomel, lelaki itu sudah memeluknya.
Sialan. Kenapa dia tiba-tiba manis begini?
“Maaf ya, tadi aku keasyikan baca buku sampe telat dateng.
Handphone aku mati, jadi aku nggak bisa ngabarin kamu.” Eunwoo masih memeluk
Eunha.
Gadis itu hanya bisa diam. Kalau Eunwoo sudah begini,
bagaimana bisa kau marah?
“Udahan ah, malu diliat tetangga!” Eunha melepas pelukannya.
“Untung tadi aku baca artikel gimana cara ngatasin cewek
ngambek.”
“HAH APA?”
Fin
0 komentar:
Post a Comment