Karena tadi pagi suhu tubuhku yang tidak kunjung berkurang
setelah diminumi obat, maka aku dengan terpaksa ijin tidak masuk sekolah.
Suhu tubuhku sudah kembali normal sekarang. Semua makanan yang semula rasanya
pahit, juga sudah kembali ke rasa sebenarnya.
Jam sudah menunjukkan pukul empat. Sudah jam pulang sekolah. Tapi, masih belum ada balasan dari Wonwoo. Seharusnya, sebagai pacar yang baik, lelaki itu mengirimkan ucapan semoga lekas sembuh atau setidaknya membalas pesanku.
Sesibuk itukah dia di sekolah sampai-sampai tidak sempat membalas pesanku? Oh, lihatlah, bahkan dia hanya membaca pesanku. Hanya dibaca.
Sepertinya, aku terlalu berharap jika lelaki itu mengucapkan semoga lekas sembuh. Buktinya saja, pesanku hanya dibaca. Ah, seharusnya aku memahami benar bahwa Wonwoo bukanlah lelaki yang gemar melakukan hal-hal semacam itu.
Aku mencoba mengirim pesan lagi.
ting tong.
Ponselku berbunyi. Nama Wonwoo muncul di layar. Akhirnya, dia membalas pesanku juga. Dia pasti menanyakan bagaimana keadaanku sekarang.
Eh?
Apa sih? Berisik.
Berisik katanya? Dasar Jeon Wonwoo! Bukannya menanyai
keadaanku, justru mengataiku berisik.
“Dasar tidak peka!” omelku.
“Siapa yang tidak peka?”
Aku menoleh. Lelaki itu berdiri di bibir pintu sembari membawa satu kantong plastik. Tunggu, sejak
kapan dia di sana?
“Ini makanlah. Aku tidak suka berkencan dengan tulang berjalan.”
0 komentar:
Post a Comment