Suara piring yang beradu dengan lantai kembali terdengar. Membuat Joy merapatkan lututnya pada tubuh. Disusul dengan bulir-bulir bening yang sejak tadi ingin keluar.
Tok tok tok
Suara jendela kamar gadis itu berbunyi. Tapi, dia tidak beranjak. Ia masih duduk melipat lutut di kasurnya. Tidak berniat untuk membuka jendela sama sekali. Lagipula seharusnya jendela itu akan terbuka jika ditarik, toh tidak dikunci.
Benar saja. Jendelanya terbuka. Lelaki itu langsung menampakan senyumnya ketika melihat Joy menatapnya.
"Kau sedang apa?" tanya Joy di tengah tangisnya. Ia benar-benar berusaha sekuat tenaga untuk berhenti menangis.
Bukannya menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh Joy, lelaki itu justru menwarakan hal lain, "Bagimana jika kau ikut aku dan keluar dari sana?" Sungjae—lelaki yang tinggal di sebelah rumahnya—menawarkan. Sungguh, melihat tetangga sekaligus temannya menangis seperti ini membuat Sungjae tidak tega.
"Ke mana?"
"Jalan saja."
Gadis itu mengangguk, mengusap-usap wajah yang penuh air mata, lalu mengambil jaket merah dan mengenakannya.
Saat ia sedang berusaha keluar dari jendela, suara teriakan terdengar dari luar kamar.
"AKU YANG HARUS BAWA JOY!"
"TIDAK, AKU YANG HARUS BAWA DIA!"
Lalu terdengar suara benda dibanting.
Mendengar itu, Sungjae menarik Joy. Membuat gadis itu jatuh ke dadanya.
"Ssst," Sungjae menempelkan jari telunjuknya ke bibir. Kemudian mengajak Joy jalan mengendap-endap.
***
Joy menghela napas, saat ini mereka--Joy dan Sungjae--sedang berada di atap rumah Sungjae. Menikmati minuman bersoda dan beberapa ayam.
"Kapan mereka berhenti?" keluhnya.
"Makanlah," Sungjae menyodorkan sepotong ayam ke mulut gadis yang ada di sebelahnya.
Tanpa sempat menolak, kini mulutnya penuh oleh ayam.
Sungjae yang melihat itu tertawa. "Kau sangat lucu jika seperti itu!"
"Awpwawa--hmmh"
Sungjae menutup mulut Joy, "Telanlah terlebih dahulu."
Joy dengan susah payah mengunyah, lalu menelannya.
"Minumlah!" Entah sengaja atau tidak minuman bersoda yang disodorkan untuk Joyjustru tumpah ke bajunya.
“SUNGJAE!! KAU SENGAJA YA?!"
Yang diteriaki bukannya menjawab, justru tertawa ngakak dengan mulut selebar-lebarnya.
"RASAKAN!" Kini minuman itu berhasil menyerang baju Sungjae. Oh, mukanya juga. Lelaki yang semula tertawa, kini ekspresinya langsung berubah masam. Keadaan berbalik. Joy yang saat ini sedang tertawa.
Lelaki itu mengelap wajahnya dengan jaket merah milik gadis yang di depannya. "Sial, wajah tampanku ternodai."
"YA! Jangan usap itu dengan jaketku?!"
Sungjae hanya nyengir.
"Kau pindah aja," ucapnya tiba-tiba. Suasana tiba-tiba berubah menjadi serius. " Setidaknya itu lebih baik daripada harus mendengar suara piring pecah setiap hari. Aku juga akan pindah."
Joy bingung harus menanggapi bagaimana. Sejujurnya, ia juga tidak ingin mendengar suara piring pecah tiap hari. Ia juga lelah dengan suara teriakan-teriakan yang selalu terdengar diselingi suara benda-benda yang dibanting. Ia lelah dengan semuanya. Tapi ia bisa apa? Joy bukanlah gadis yang cukup mempunyai nyali untuk melerai keduanya. Yang bisa ia lakukan adalah menangis, menangis, dan menangis. Pernah sekali ia berusaha untuk melerai, tapi keadaan justru makin parah.
"Sewa rumah susun. Atau apalah."
"Tapi uang--"
"Tidak usah kau pikirkan, aku bisa membantumu. Lagipula kau juga sudah kerja paruh waktu, kan?"
"Tapi aku--"
Sungjae langsung menarik Joy ke dalam pelukannya. Membuat gadis itu tersentak setengah mati. Ditambah lagi, lelaki itu mengusap-usap rambutnya.
Kenapa laki-laki ini jadi begini?
"Sungjae, kenapa?" Joy melepaskan diri dari pelukan Sungjae.
"Kenapa?" Sungjae menatap mata Joy dalam-dalam.
"Kenapa kau sangat baik?"
"Karenaaa," Lelaki itu menarik ujung-ujung bibirnya, lalu tiba-tiba bibirnya mendarat di pipi Joy. Satu detik.
"Ehm, apa aku harus bilang alasannya?" Sungjae langsung berbalik. "Aku masuk dulu. Ayamnya untukmu saja."
Joy masih membeku.
0 komentar:
Post a Comment