“I am looking at your back, because its not the right time
yet”
.
.
Namjoon menatap
pantulannya di cermin, sepertinya kaos garis-garis biru ini sudah pas. Lelaki
itu menyisir rambut, kemudian menatap bayangannya lekat-lekat.
Hari ini kau harus
bisa, Namjoon!
Lelaki yang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata
itu memasukkan dompet ke dalam saku celana, lalu pergi keluar.
Hari ini, ia dan Miyeon—sahabatnya—berencana pergi ke toko
buku. Miyeon hendak membeli buku untuk menunjang tugasnya, sementara Namjoon
dengan alibi perlu membeli beberapa buku, ikut juga ke toko buku. Padahal sih, niatnya hanya untuk menemani
Miyeon.
Mereka janjian bertemu di bus. Iya, kau tidak salah baca
kok. Di bus. Karena jarak rumah Namjoon dengan toko buku lebih jauh, maka
lelaki itu akan naik bus duluan. Saat seperempat jalan, Miyeon yang sedang
menunggu di halte—sambil memerhatikan setiap bus yang lewat—lalu Namjoon akan
melambai.
Sebenarnya Namjoon ingin sekali mengantar Miyeon pakai
mobil. Terlebih lagi, lelaki itu sudah punya surat ijin mengendara. Tapi Miyeon
selalu saja menolak. Lebih aman pakai bus, katanya. Soalnya Namjoon sangat ceroboh, bisa-bisa bukannya sampai ke tempat
tujuan, malah tersesat di tempat antah berantah.
Karena pertemuan mereka yang agak sedikit rumit, Namjoon
memastikan dulu apakah gadis yang hobi bermain piano itu sudah ada di halte
atau belum. Padahal tanpa memastikan pun, Namjoon sudah yakin bahwa Miyeon
pasti sudah ada di sana. Miyeon bukanlah tipe gadis yang suka terlambat. Pun
suka menunggu.
Pernah suatu kali, Namjoon terlambat selama tiga puluh
menit. Ia ketiduran. Gara-gara itu, mereka tidak jadi pergi dan Miyeon tidak
mau berbicara dengan Namjoon selama seminggu. Bagi gadis itu, waktu sangatlah
penting.
***
“Kau katanya mau beli sesuatu? Kok daritadi hanya
mondar-mandir mengikuti saja, sih?” Miyeon mengambil sebuah buku dan mulai
membaca tulisan di bagian belakang.
Sedangkan Namjoon sedang sibuk membaca judul-judul buku yang
tersusun rapi di rak. Sambil sesekali matanya melirik ke arah Miyeon.
Mungkin sekarang
saatnya.
“Miyeon-a,”
panggil Namjoon lirih. Ia mengedarkan pandangannya. Menghindari kontak mata
dengan Miyeon.
“Hm?” gadis yang surainya dibiarkan tergerai itu tidak
berminat untuk menatap Namjoon. Matanya masih sibuk mengamati buku.
Namjoon berdeham, berusaha mengendalikan rasa salah
tingkahnya. Dan mengembalikan suara yang tiba-tiba saja menghilang.
Miyeon meletakkan kembali buku yang sejak tadi menarik
atensinya, lalu kini menatap Namjoon. Pandangan matanya seolah berkata
ada-apa-sih. Tapi Namjoon justru seperti orang linglung dan
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kau ini kenapa sih?” gadis yang sudah Namjoon kenal sejak
tujuh tahun lalu itu hanya mengangkat bahu, lalu jari-jari tangannya
memilah-milah buku.
Ck, kau kehilangan
kesempatan lagi. Baiklah, mungkin nanti saat pulang.
“Ayo,” Miyeon mengambil dua buah buku, berjalan menuju
kasir. Diekori oleh Namjoon yang sibuk mengendalikan jantung yang lari-lari di
dalam sana.
***
“Kau kenapa tidak jadi beli buku?” Miyeon menghempaskan
pantatnya di salah satu kursi bus paling belakang, memindahkan tas slempang
yang ada di samping pinggulnya ke atas paha.
“Tidak ada yang menarik perhatianku.”
Yah, tentu saja tidak ada. Yang menarik bagi Namjoon kan
hanya Miyeon. Untuk saat ini sih.
***
“Aku duluan, ya.” Miyeon segera turun dari bus. Ia
melambaikan kedua tangannya pada Namjoon, lalu pergi meninggalkan halte.
Selalu begitu. Pada akhirnya, Namjoon hanya melihat punggung
Miyeon yang semakin lama semakin menjauh dan akhirnya hilang karena bus yang
Namjoon naiki itu jalan. Entah Namjoon yang selalu membuang kesempatan, atau
semesta tidak mengijinkan Namjoon untuk mengutarakan perasaannya.
Lelaki ceroboh itu menggelengkan kepalanya. Merutuki
kebodohannya sendiri. Ujung-ujungnya, merasa bahwa ini bukan waktu yang tepat.
Oh, harusnya Namjoon sadar bahwa waktu yang tepat itu bukan dicari. Tapi dibuat
sendiri. Tolong ya, siapa pun katakan itu pada Namjoon.
FIN
///
Pemalang, 12 Agustus
2017, 10:15 AM.
MAKIN LAMA MAKIN NGAWUR FFNYA MAKIN GAJELAS YAUDAH BIARIN
AJA. EMANG LAGI AMPAS. Yang penting isi pikiranku keluar semua daripada nyumpet
di otak. Penuh.
0 komentar:
Post a Comment