[Fanfiction] LIE



Jk | Suga | Jimin | RM | V


"I lied because I thought there was no way that you would love someone like me"
.
.
Suara air yang beradu dengan genting membuat Jimin langsung mengeluarkan payung yang tadi dibawakan oleh ibunya. Sekarang ia sangat berterimakasih, karena tanpa payung lebar berwarna merah jambu itu, mungkin Jimin harus menunggu lebih lama.

Baru saja ia hendak pergi, seseorang menarik perhatiannya. Seorang gadis lebih tepatnya. Gadis dengan garis wajah--yang menurut Jimin--menarik. Gadis itu sedang berdiri sembari menatap langit, serta menggosok-gosokkan  tangannya.

Jimin hendak mendekat, tapi bedge bergaris dua di lengan gadis itu membuat pemuda bersurai cokelat itu mengurungkan niatnya.

Dwimaniknya menyapu sekitar, memerhatikan setiap detail lingkungan sekolahnya, mencari apakah ada seseorang yang kira-kira bisa membantu kakak kelas yang jaraknya hanya sekian meter darinya. Tapi rupanya tak ada. Ini sudah terlalu sore. Jimin saja sudah puang telat akibat mengerjakan tugas kelompok.

Dengan jantung yang bergemuruh, Jimin bergeser ke samping mendekati gadis itu. Dengan ragu-ragu, Jimin membuka payungnya persis di samping kakak kelasnya. Membuat sang kakak kelas menoleh.

Jimin menelan ludahnya. "Mau ... Bareng?"

Yang ditanya justru bingung. Gadis itu mengerjapkan matanya berulang-ulang, seolah 
Jimin adalah makhluk asing yang tiba-tiba datang.

"Kau berbicara denganku?"

Yah, tentu saja. Bukankah di sini hanya ada mereka berdua?

"Kau tidak keberatan?"

Jimin menggeleng, disambut oleh senyuman gadis itu.

***

Perjalanan mereka berdua diliputi keheningan. Hanya terdengar suara sepatu yang berduet dengan air, ditambah suara hujan. Hanya sesekali mereka berbincang. Seperti menanyakan nama satu sama lain. Yang akhirnya Jimin tahu, bahwa gadis itu bernama Seulgi.
Satu lagi yang Jimin ketahui, bahwa kelas mereka sama-sama di ujung, membuat lelaki dengan senyum manis itu tidak menyadari kehadiran makhluk secantik Seulgi di sekolahnya.

"Terimakasih," ucap Seulgi begitu Jimin telah mengantarnya.
Jimin mengangguk, lalu membentuk sebuah lengkungan di bibir, yang membuat kedua matanya berubah menjadi sebuah garis.
***

Mengantar Seulgi membuat Jimin harus berjalan tiga kali lipat lebih jauh dari biasanya. Tapi tak apa. Karena manusia serupawan Seulgi telah membuatnya jatuh hati.

***

Begitu lucunya kisah pertemuan mereka berdua. Sebuah kisah romansa seperti dalam drama. Tapi apa kisah cinta mereka semanis kisah pertemuannya?

"Jimin-a! Park Jimin! PARK JIMIN!" Seulgi sampai berteriak karena yang dipanggil tak kunjung menoleh, membuat semua pasang mata yang ada di taman, memerhatikan keduanya.

"Apa sih, yang kau pikirkan?"

Jimin menggeleng. "Hanya tugas yang menumpuk."

"Jangan bohong." Wajah Seulgi mendadak berubah menjadi serius. "Ayolah Jimin-a, jujur saja. Aku sudah mengenalmu selama enam tahun. Aku tahu betul kapan kau bohong, kapan kau jujur."

Jimin mengembuskan napas kasar, tangannya menggoyang-goyangkan minuman kaleng yang baru beberapa saat lalu ia minum--sambil menunggu Seulgi. Pikirannya campur aduk. Ia bingung harus mulai dari mana.

"Noona," Jimin membuka suara. Ia mulai menyusun kata-kata dalam pikirannya. Hendak mengatakan sesuatu yang sepertinya amat sangat penting.

"Tidak jadi."

"Yaaaa, Jimin-a, apa susahnya sih jujur?"

Ini tidak semudah itu, Noona.

Jimin menipiskan bibir, ia bingung harus bagaimana. Padahal sebelum Seulgi datang, ia sudah menyiapkan segalanya. Menyusun kalimatnya, dan berpikir tentang reaksi Seulgi setelah ia mengeluarka kalimatnya.

"Jimin-a?"

"Maaf."

Kening Seulgi bertaut, "Maaf?" Perempuan yang setahun lebih tua dibanding kekasihnya ini sibuk berpikir tentang kesalahan-kesalahan yang fatal mungkin Jimin lakukan. Tapi dalam ingatannya, Jimin tidak pernah melakukan kesalahan fatal. Meskipun ada, itu pun sudah dia maafkan.

Jimin menarik napas dalam-dalam. Kali ini, kalimat yang telah ia susun harus keluar.

"Perasaanku sudah berubah, Noona. Sudah tidak ada gunanya jika diteruskan."

Tanpa ingin melihat reaksi yang diberikan oleh kekasihnya--ehm, mantan kekasihnya--Jimin langsung pergi meninggalkan Seulgi begitu saja. Tidak tanggung jawab memang. Tapi, membiarkan Seulgi terus di sisinya juga bukanlah hal yang baik.

"Sudah kubilang, aku tahu kapan kau bohong."

***

"Operasinya berhasil, tapi kemungkinan dia untuk bangun sangat kecil. Tumornya sudah menyerang syaraf di otaknya"

"Kenapa kau tidak mau jujur saja?" Seulgi menatap guci yang ada di dalam etalase kaca, bertuliskan Park Jimin.


FIN



///
Pemalang, 12 Agustus 2017. 07:20 AM.

plis ini kenapa jadi sedih gini endingnya.... padahal tadi mau ending bahagia:") tapi setelah diketik kok jadi aneh yaudah sad aja awkakakaka:" sumpah ini aing gabut banget sampe bikin tiga ff sekaligus:( sepertinya mau tujuh sekalian karena aing emang bener-bener gaada kerjaan :(

0 komentar:

Post a Comment