"The direction of my heart ,
I want to run to that place"
.
.
Lelaki itu
menatap layar ponselnya, sebelas agustus dua ribu tujuh belas. Tanpa sadar,
bibirnya membentuk sebuah kurva. Kepulangan yang sudah ia nantikan akhirnya
datang juga. Hari ini, ia pulang. Yah, begitu pula gadis itu.
Kecelakaan
beberapa bulan lalu membuatnya harus berbaring sepanjang hari lantaran cedera
yang diterimanya. Lelaki yang biasa dipanggil Jungkook itu bukanlah tipe
manusia yang betah berlama-lama di tempat tidur. Dan sungguh, berada di tempat
tidur terus menerus membuatnya jenuh.
Terlebih
lagi, ia harus menunggu kepulangan gadis itu--yang entah dia akan pulang atau
tidak. Meskipun Jimin sudah berulangkali mengingatkan soal berhenti menunggu,
tapi Jungkook selalu saja mengalihkan pembicaraan setiap kali topik itu
dibahas. Membuat Jimin enggan untuk mengangkat topik itu.
Pintu
terbuka, seseorang yang mengenakan jas putih muncul dari balik pintu.
"Tuan Jungkook, kau sudah boleh pulang hari ini." Wanita paruh baya
itu tersenyum. Dokter Song, begitu orang-orang di sini memanggilnya.
Jungkook tersenyum,
ia mengangguk.
"Seseorang
akan menjemputmu?"
Begitu
pertanyaan itu terucap, seseorang datang. Lelaki yang baru datang itu
membungkukkan badan, lalu menyapa sang dokter.
"Ah,
karena sudah ada yang datang, saya permisi dulu. Sampai jumpa. Selalu sehat,
ya."
***
Dengan
hati-hati, lelaki yang dua tahun lebih tua dari Jungkook itu membantu Jungkook
duduk di kursi roda. Yah begitulah. Karena kecelakaan yang begitu parah, lelaki
itu tidak mampu untuk melangkahkan kakinya di atas tanah. Tapi tenang saja kok,
dengan terapi yang akan dia jalani--dan tentu saja jika ia telaten--maka ia
akan sembuh total.
"Kau
membawanya?"
"Tentu,"
Jimin menggendong ransel milik Jungkook, lalu menyerahkan sebuah bunga yang
tadi ia beli, pada Jungkook.
"Kau
yakin dia akan datang?" Jimin mulai mendorong kursi roda.
Yang
ditanya bukannya menjawab, ia justru sibuk menyapa beberapa perawat yang sering ia panggil jika perlu sesuatu. Tak lupa ia juga menyapa beberapa pasien dari
kamar sebelah yang kini tengah berjalan di lorong.
Melihat
itu, lelaki bersurai cokelat itu hanya tersenyum tipis dan geleng-geleng
kepala.
***
"Tasmu
akan kubawa pulang. Telfon aku saja jika dia tidak datang."
"Aku
pastikan aku tidak akan meneleponmu, Hyung."
Jimin
segera masuk mobil, dan pergi meninggalkan lelaki--yang lagi-lagi harus
menunggu--itu sendirian.
Kedua
netranya menyisir sekeliling, ingatannya menyusun potongan-potongan kecil yang
mulai berdatangan. Di mana ia dan gadis itu selalu menyusuri jalan ini sembari
berbincang, berbagi es krim, maupun berbagi payung saat hujan.
Ia ingat
betul bagaimana tempat ini menjadi saksi bisu kepergian sang gadis. Di mana
Jungkook terakhir kali merengkuhkan lengannya pada pundak gadis itu. Jungkook
ingat betul, bagaimana gadis itu menangis sejadi-jadinya saat mengatakan bahwa
ia berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negeri.
Sebuah
cerita yang klise, tapi percayalah. Tak banyak dari cerita klise tersebut yang
berakhir bahagia. banyak yang akhirnya menuju jalan masing-masing, dan sedikit
yang akhirnya bersatu kembali.
Empat
tahun sudah berlalu. Entah nasib mana yang menjadi milik Jungkook.
Lelaki itu
melihat ponselnya, membaca ulang email yang kemarin ia kirim.
Bisakah
kita memulainya dari awal? Di tempat terakhir kali kita bertemu? Semoga pukul
sepuluh kau sudah sampai.
Yah,
semoga saja gadis itu sempat membuka e-mail. Seandainya saja Jungkook memiliki
nomor ponsel, maka ia lebih memilih untuk meneleponnya. Tapi sayang, bukannya
suara gadis itu yang didapatkan, tapi justru suara operator.
Jungkook
menghela napas, sekarang sudah pukul setengah sebelas. Bagaimana jika ia tidak
datang?
***
Lelaki
yang baru pulang dari rumah sakit itu menatap langit-langit kamarnya. Ia
menertawai kebodohannya sendiri. Bagaimana bisa ia berharap bahwa gadis itu
akan datang?
Bodoh.
Empat tahun sudah berlalu, Jungkook.
Jimin
benar. Gadis itu tidak akan datang. Gadis yang memberinya jaket hijau
tosca--yang saat ini masih ia pakai--sebagai hadiah terakhir itu tidak datang.
Dan tidak akan pernah datang.
"The
direction of my heart, I want to run to that place."
Jungkook
segera menoleh setelah mendengar suara yang tidak asing.
"Ingat
kata-katamu yang sok puitis ini?"
Lelaki itu
kehilangan kalimat-kalimat yang ia siapkan. Semuanya menguap begitu saja kala
gadis itu datang.
"Kau
ini kenapa sih? Memangnya aku setan? Kok sekaget itu?"
"Kau
semakin cantik saja, Jung Eunha."
"Cih.
Kemampuan merayumu masih sama saja, ya."
Tunggu,
sosok dan suara itu bukan hanya delusi kan?
FIN
////
Pemalang,
12 agustus 01:20 am. Thanks to big hit yang tiba-tiba ngeboom teaser dan bikin
aing ga bisa tidur.
DAN
TEBENTUKLAH FF GAJELAS INI HAHAHAHA.
JUDULNYA
MALES MIKIR JD SAMAIN AJA KAYA TRACKLIST WINGS.
x
0 komentar:
Post a Comment