Jadi,
karena dapet tugas buat membahas tindihan maka gue membikin ini. Yah, daripada
nganggur di laptop doang—ehm, sebenernya dikumpulin juga sih tugasnya. Tapi ya
sekalian buat isi isi blog juga deh, ya. Maka gue post di sini.
Tindihan
atau bahasa kerennya sleep paralysis
adalah sesuatu yang terjadi saat kita tidur, dan sering dikait-kaitkan dengan
keberadaan makhluk halus. Banyak sekali orang Indonesia yang meyakini atau
mengkaitkan baha fenomen tindihan atau sleep
paralysis itu adalah gangguan makhluk halus. Padahal, ada penjelasan ilmiah
mengenai hal ini. Yang akan saya bahas di sini.
Istilah sleep
paralysis di setiap daerah berbeda-beda. Seperti contohnya di Indonesia,
lebih sering dikenal dengan tindihan. Di Eropa lebih sering disebut the incubus, sementara di Amerika Latin
masyarakat lebih mengenal dengan Pesadilla.
Di Jepang sering disebut dengan Kanashibari
dan Doppleganger adalah istilah
yang umum digunakan di Jerman.
Sebelum membahas
tindihan, lebih baik kita membahas soal tidur dan tipe-tipe tidur
terlebih dahulu. Karena ini akan ada kaitannya dengan sleep paralysis.
Tidur
adalah suatu fenomena biologis yang terkait dengan irama alam semesta, irama
sirkadian yang bersiklus 24 jam, terbit dan terbenamnya matahari, waktu malam
dan siang hari, tidur merupakan kebutuhan manusia yang teratur dan berulang
untuk menghilangkan kelelahan jasmani dan kelelahan mental (Panteri, 1993).
Setiap
malam, seseorang mengalami dua tipe tidur yang saling bergantian satu sama lain.
Tipe pertama dikenal dengan tidur gelombang lambat (NREM sleep), sebab
pada tipe ini gelombang otaknya sangat lambat. Tipe kedua dikenal dengan tidur
dengan gerakan mata yang cepat (REM sleep), sebab pada tipe tidur ini
mata bergerak dengan cepat meskipun orang tetap tidur.
Mari kita kembali ke fenomena tindihan. Tindihan
adalah suatu keadaan/kondisi saat seseorang merasa sesak napas seperti dicekik,
dada terasa sesak, badan sulit bergerak, tidak dapat memindahkan/menggerakkan
anggota gerak dan tubuh meskipun sadar, sulit berteriak saat akan tidur atau
bangun tidur. Biasanya disertai halusinasi, seperti melihat sosok atau bayangan
hitam di sekitar tempat tidur. Singkatnya, tindihan adalah ketidakmampuan untuk
melakukan gerakan volunter, baik saat onset tidur (hypnagogic)
atau saat terbangun dari tidur di malam/pagi hari (hypnopompic).
Tindihan terjadi pada saat tidur REM, biasanya
terjadi saat kita hendak bangun tidur. Orang yang mengalami tindihan bisa
melihat dan mendengar karena terdapat aktivitas central nervous system atau sistem saraf pusat. Tapi mereka tidak
bisa bergerak karena aktivitas otot masih beristirahat atau belum sepenuhnya
bangun. Tindihan biasanya terjadi sepuluh menit, tapi ada juga yang mencapai
tiga puluh menit. (Thorpy, 2001).
Pada saat seseorang mengalami tindihan, dia tidak
bisa membedakan antara realita dan alam mimpi. Karena seseorang itu berada di
tengah-tengah hal tersebut. Itulah mengapa orang yang mengalami tindihan
melihat bayangan hitam di sekitar tempat tidur, atau sosok lain yang sering
dikaitkan dengan hantu. Padahal, itu adalah halusinasi yang ada di alam mimpi
orang tersebut. Bukan hal yang ada dalam realita.
Hal-hal seperti sesak napas, badan sulit bergerak,
dan sulit berteriak diakibatkan karena pada saat orang mengalami tindihan,
sistem saraf pusat sudah bekerja, tapi otot masih dalam fase relaksasi.
Sehingga terjadi ketidaksinambungan yang mengakibatkan hal-hal tersebut
terjadi.
Penyebab tindihan ini biasanya dipicu oleh dipicu
oleh kebiasaan (pola) tidur yang tidak teratur, kurang tidur, perubahan waktu
tidur, kondisi tubuh terlalu lelah, dan stres. Kehamilan juga berpengaruh.
Berdasar penelitian (Hedman et al. 2002, 212–13), ibu hamil memiliki
frekuensi mengalami tindihan lebih tinggi dibandingan dengan wanita yang tidak
hamil. Ini terjadi karena ibu hamil lebih sering tidur telentang. Ini
membuktikan bahwa posisi tidur juga berpengaruh pada Sleep Paralysis.
Beberapa
faktor risiko yang berpengaruh antara lain: jenis kelamin pria, kesehatan
mental yang buruk, konsumsi minuman beralkohol, tidur seharian penuh, tidur
awal atau terlambat, sulit memulai tidur, berbagai faktor perkembangan,
perubahan lingkungan dan sosiokultural yang berkaitan dengan gaya hidup.
Menurut teori psikoanalitik, penderita tindihan memiliki profil kepribadian
pasif-agresif. Tindihan berkaitan dengan konflik kepribadian, terutama konflik
antara agresivitas dan pasivitas.
Melihat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sleep paralysis atau tindihan,
pencegahan dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pola tidur, membiasakan
tidur teratur, olahraga teratur, menghindari stres, menghindari obat stimulan,
dan diusahakan untuk tidak tidur dengan posisi telentang.
Kesimpulan:
Fenomena Tindihan bukanlah hal supranatural yang
berhubungan dengan makhluk halus. Ini sama sekali tidak ada hubungannya.
Tindihan adalah suatu fenomena di mana otot dan sistem saraf tidak bekerja
secara bersamaan. Ini terjadi pada saat setengah sadar, atau saat hendak akan
bangun tidur. Jadi, makhluk halus sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal
ini. Perihal sosok yang dilihat oleh seseorang yang mengalami tindihan, adalah
murni halusinasi oleh seseorang itu sendiri. Karena pada saat mengalami
tindihan, realita dan alam mimpi menjadi satu dan sulit untuk dibedakan.
Daftar Pustaka
Anurogo,
Dito, “Fenomena “Tindihan””, Opini,
No.9/Th. Ke-39/9 Desember 2012. Hal. 708-710
Conesa, Jorge.2000. “Geomagnetic, Cross-Cultural and Occupational
Faces of Sleep Paralysis: An Ecological Perspective” dalam jurnal Sleep and Hypnosis. Vol 3 no 2 2000.
Davies, Owen. 2010. “The Nightmare Experience, Sleep Paralysis, and
Witchcraft Accusations” dalam jurnal Folkore. Vol 2 no 114 2010.
Purwanto,
Setiyo. 2008. “Mengatasi Insomnia dengan Terapi Relaksasi” dalam Jurnal
Kesehatan. Vol 1 no 2 2008.
0 komentar:
Post a Comment