Sudah genap sebulan aku dan keluargaku pindah rumah. Sudah
genap sebulan juga aku selalu melihat bayangan di jendela sebelah rumah.
Awalnya aku mengabaikan bayangan itu. Aku berusaha berpikir positif, mungkin
indra penglihatanku yang salah. Tapi setelah aku berulang-ulang kali
melihatnya, aku benar-benar tidak bisa berpikir positif lagi. Apalagi setelah
mengetahui sebuah fakta mengejutkan dari tetangga sebrang, bahwa rumah sebelah
itu sudah kosong bertahun-tahun.
Oke, awalnya aku berusaha untuk tidak menengok ke arah
jendela itu. Tapi bagaimana bisa? Rumahku berada di paling ujung. Artinya, jika
aku mau masuk ke rumah, aku harus melewati rumah itu. Dan kau tahu, jendela
rumah kosong itu—yang ada bayangannya—berada di dekat pintu masuk rumahku. Yah,
jadi aku seringkali tidak sengaja melihat bayangan itu.
Mengesalkan memang, terlebih lagi saat aku bercerita kepada
Kak Eunwoo—kakakku—mengenai jendela itu. Lelaki itu justru menertawaiku dan
meledekiku habis-habisan. Cih, dasar kakak yang menyebalkan.
“Hei, bagaimana jika kita mengecek bayangan itu?” tanya Kak
Eunwoo ketika aku sedang mendengarkan musik di kamar.
Aku menggeleng, menolak. Yang benar saja?
“Ayolah, matahari masih terang, kok.”
Kak Eunwoo mematikan speaker, dan menarikku yang sedang asyik
berbaring di kasur. Yah, ujungnya aku terseret juga. Karena tenaga Kak Eunwoo
jauh lebih besar dari tenagaku. Jelas saja dia dengan mudah menggeretku ke luar
kamar, bahkan ke luar rumah. Oh, lebih tepatnya ke depan jendela yang ada
bayangannya itu.
Iya, sekarang kami berdua sudah ada di depan jendela itu.
Berdiri seperti orang konyol, memandangi jendela itu, yang jelas ada
bayangannya. Tapi kalian tahu apa? Bayangannya ada dua!
Astaga, selama ini aku ketakutan dengan suatu hal tak
berdasar. Yang benar saja, masa aku takut dengan bayanganku sendiri?
Kami berdua kemudian tertawa karena menyadari kebodohan
diriku. Tapi tawa kami berhenti ketika kami sadar bahwa dua bayangan yang ada
di depan kami, tidak ikut tertawa.
0 komentar:
Post a Comment