Mianhae

Ini adalah bulan keempat setelah kau dan lelaki itu bertemu. Entah apa yang membuat lelaki itu berniat datang ke rumahmu. Ia benar-benar akan mengunjungi rumahmu. Ia bahkan sudah menyalakan mesin mobilnya. Sudah berpakaian rapi. Sebuah sweater hitam menempel di tubuhnya. Tak lupa ia menyemprotkan parfum yang wanginya sangat kau suka.

Di tengah perjalanan, lelaki itu berhenti. Ia membeli seikat bunga untukmu. Bunga yang sama seperti kali pertama lelaki itu datang ke rumahmu dan menyatakan perasaannya.

Mungkin lelaki itu memang memandang jalanan di hadapannya pada saat menyetir. Tapi pikirannya tertuju padamu. Ia memutar kembali kenangan masa lampau. Saat di mana kau selalu bernyanyi ketika lelaki itu memainkan piano. Saat ini, piano itu masih tersimpan rapi di kamar lelaki itu.

Pada awalnya, lelaki itu ingin menjualnya. Tapi sungguh, ia tidak sanggup menjual barang yang mempunyai banyak kenangan seperti itu.

Lelaki itu juga mengingat kejadian setahun yang lalu. Saat kau dan dia duduk di depan api unggun. Membangun sebuah tenda di halaman belakang rumah lelaki itu. Sembari membicarakan hal-hal kecil seputar masa depan. Kekanakan memang, tapi selama itu menyenangkan kau dan lelaki itu akan melakukannya.

Lelaki itu juga mengingat saat-saat kau dan lelaki itu bertengkar karena hal-hal sepele, seperti saat lelaki itu telat datang menemuimu. Hanya sepuluh menit memang, tapi itu membuat kau dan dia bertengkar. Karena kau sangat tidak suka terhadap orang yang tidak tepat waktu.

***
                                                       
Lelaki itu menghentikan mobilnya. Ia kini sudah berada di depan rumahmu. Ia mengambil bunga yang sejak tadi terletak di jok sebelah pengemudi. Tapi ia mengurungkan niatnya. Ia teringat akan sesuatu. Sesuatu yang membuatnya meninggalkan bunga itu di sana.

Jari-jari panjang milik lelaki itu menekan bel rumahmu. Membuatmu yang sedang duduk sembari menikmati secangkir susu, bangkit dan membukakan pintu.

Betapa kagetnya dirimu ketika mendapati seseorang yang ada di depan pintu. Perasaan itu datang lagi. Menggerogoti hati kecilmu yang sudah rapuh.

“Untuk apa kau ke sini?” tanyamu.

Lelaki itu tidak menjawab. Ia hanya mengangkat bahu dan menarik ujung-ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman. Senyum yang sama seperti empat bulan lalu. Saat kau dan dia terakhir bertemu.

Tanpa dipersilahkan, lelaki itu masuk ke dalam rumahmu.

Kini kau dan lelaki itu duduk berhadapan. Tidak saling bicara. Hanya saling menatap satu sama lain.

“Untuk apa kau datang ke sini?” tanyamu sekali lagi.

Tapi lelaki itu lagi-lagi hanya terdiam. Iris cokelatnya memandang matamu dalam-dalam.

Kau berkedip. Lalu mengalihkan pandanganmu ke sebuah jendela yang ada di samping kanan. Memandangi salju yang turun di luar. Sebenarnya, kau sangat ingin memandangnya lama-lama. Seperti yang dulu sering kau lakukan saat bertemu dengannya.

Tapi itu dulu. Semuanya telah berbeda sekarang. Ada rasa sakit tiap kali kau memandangnya. Melihat wajahnya membuatmu teringat kembali kejadian empat bulan lalu. Saat kau terakhir kali bertemu dengannya.

Kejadian yang seharusnya membahagiakan. Tapi tidak untukmu. Seandainya dia tidak datang menemuimu empat bulan lalu, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini. Tapi sayang, lelaki itu datang untuk menambah luka. Ia datang dengan tatapan kosong. Tetapi mulutnya tersenyum.

Lelaki itu kini di belakang kursimu. Ia membungkukan badannya. Kedua tangannya memeluk lehermu. Dan ia menempelkan dagunya di atas kepalamu. Seharusnya kau berontak. Seharusnya kau tidak diam saja diperlakukan seperti ini. Seharusnya kau tahu diri.

Tapi kau hanya diam. Kau menikmati ini. Ditambah lagi, lelaki itu mengenakan parfum yang wanginya sangat kau sukai.

“Tolong biarkanlah seperti ini. Sebentar saja.”

Bulir-bulir bening keluar dari sudut matamu. Kau langsung mengusapnya. Kau tidak ingin lelaki itu melihatmu menangis. Yah, meskipun pada masa lalu kau sering menangis di pundaknya. Tapi kali ini semuanya telah berubah.

Lelaki itu melepaskan pelukannya.

“Terimakasih,” Lelaki itu kemudian pergi meninggalkanmu.

Ingin sekali kau mengejarnya, menggenggam tangannya, memeluknya, lalu membisikkan kata “jangan pergi” ke telinganya. Tapi itu tidak terjadi. Kau harus tahu diri. Kau tidak boleh melakukan hal seperti itu.

Dia telah benar-benar pergi sekarang.

Semua percuma saja. Meskipun kau dan lelaki itu masih memiliki perasaan yang sama, itu sia-sia. Meskipun kau dan lelaki itu memiliki keinginan kuat untuk saling memiliki, itu semua percuma saja.

Tonjolan kecil di perutmu tidak mengijinkannya. Ditambah lagi, seorang pria yang fotonya tergantung di ruang keluarga. Itu juga tidak mengijinkannya. Dan, dua orang yang telah membesarkanmulah yang membuatmu tidak bisa bersama lelaki itu.







NB: Cerita ini terinspirasi dari MV i am young. Itu loh, i am youngnya winner. Sumpah itu video mbaperin banget :”) pas pertama lihat video itu gue be like: “Anjir jangan nodai Nam Tae Hyun.” Tapi yaudahlahya.

4 komentar:

  1. Ocha, kamu kan belum boleh nonton MV itu. Huft... Itu MV 19 tahun ke atas. wkwkwkw....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah terlanjur mbak deas :3 mana aku tahu kalau itu mv 19 tahun ke atas :(

      Delete
  2. OCHAAAAA OMAYGAT...
    AKU NGULANG BACA PARAGRAF TERAKHIR DAN TERNYATA :"
    INI JADI AKUNYA UDAH NIKAH DAN HAMIL GITU? AWAL KUPIKIR ITU SI LELAKI YANG NGEHAMILIN :" omaygat ya ampun :"
    Aakkhh ini mbaperin banget T.T jadi penasaran sama mvnya, tapi ratingnya tinggi ya wkwkwk xD yang ada kisunya itu kah?
    Narasi kamu udah keren chaa T.T aku suka, ini feelnya ngena banget T.T
    Tapi menurutku ada beberapa kalimat yang sebenernya ga perlu, dan kurang efektif juga~
    Keep nulis ya ocha ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. IYA AKUNYA UDAH NIKAH DAN HAMIL HEHE.
      iyaaa MVnya rating tinggi xD
      Makasih minjuuunggg~ atau perlu kupanggil melanda aja? xD
      IYAA SIP.

      Delete