Masih teringat jelas dalam
ingatanku saat kau pertama kali menyapaku. Pada akhir februari lalu. Kau memanggil
namaku, untuk pertama kalinya—saat kita sudah mengenal beberapa minggu. Masih
teringat jelas senyummu kala itu. Senyum manis yang telah membuatku jatuh hati.
Dari sanalah semua itu bermula. Kau
bahkan pernah berceletuk, “Lo naksir gue ya?”. Dan aku, yang kala itu masih
belum mengerti arti dari perasan ini, hanya bisa mengatakan tidak. Tapi, jika
kau bertanya lagi tentang hal yang sama. Dengan senang hati, aku akan menjawab
iya.
Entah mengapa, aku merasa
mendapatkan sinyal yang sama darimu. Mungkin aku hanya berharap. Karena nyatanya—sampai
detik ini—kau tidak menyatakan perasaanmu. Tapi, tahukah kau? Sampai sekarang
aku masih berharap. Ya, walau aku tahu bahwa ini tidak mungkin. Aku tahu
prinsipmu. Aku tahu, kau tidak akan pernah berpacaran sampai kau menghasilkan
uang sendiri. Tapi, bukankah kau masih remaja? Sama seperti aku? Pikiranmu
masih labil.
Tahukah kamu? Aku bahkan masih
sering memutar vn yang kau kirimkan padaku kala itu. Sebuah ucapan terimakasih.
Yang membuatku selalu tertawa ketika aku mendengarkannya.
Salahkah aku berharap? Kau bahkan
selalu ada ketika aku butuhkan. Kita berkomunikasi setiap hari. Salahkah aku
berharap? Aku tahu, kau pasti mengerti tentang perasaan ini. Tapi, kenapa kau
tidak berusaha untuk menjauh? Dalam
tulisan ini, Aku mengungkapkan perasaan padamu. Aku sudah lelah memendam semua
ini. Tak peduli bagaimana responmu nanti. Aku juga tidak peduli bagaimana
perasaanmu. Yang pasti, tulisan ini aku persembahkan untukmu. Iya, kamu.
Dari orang yang
diam-diam menyimpan perasaan padamu.
0 komentar:
Post a Comment