“Kau yakin bisa
melakukannya?” tanya Jungkook menatap Eunha ragu-ragu. Lelaki itu menatap Eunha
dengan khawatir, sementara gadis di hadapannya itu mengangguk mantap.
“Kau bisa menggunakan
senjatamu, kan?” tanya Jungkook lagi.
Senjata yang dimaksud
olehnya adalah sebuah pistol yang digenggam oleh Eunha. Pistol yang berisi
vaksin dan dapat menyembuhkan penyakit zombie.
Jangan tanya Jungkook soal bagaimana cara membuat vaksin tersebut karena ia
tidak tahu. Itu bukan tugasnya. Itu adalah tugas para ilmuan yang bekerja siang
dan malam di laboraturium.
Tugas Jungkook adalah
langsung terjun ke lapangan. Membasmi virus zombie
yang sudah seminggu ini menyebar dengan pesatnya.
“Iya, aku bisa. Kau
jangan meragukanku, oke?” Eunha terlihat mantap. Tapi Jungkook sangat
ragu-ragu. Pasalnya, hari ini adalah hari pertama Eunha menjadi partnernya,
sekaligus hari pertama Eunha menjalankan tugasnya. Bagaimana ia tidak ragu?
“Ayolah, Jungkook. Kalau
kita tidak berpencar bagaimana para zombie
bisa lebih cepat dibasmi?” tanya Eunha. “Lagipula tempat ini tidak terlalu
berbahaya.”
Jungkook masih diam.
“Aku sudah menggunakan
baju pelindung. Jadi akan aman, oke?”
Jungkook akhirnya
mengangguk. Mereka memutuskan untuk berpencar. “Kau lantai dua dan tiga. Aku basement dan lantai satu.” Jungkook
memberi perintah. Eunha mengangguk dengan semangat.
Mereka kemudian
benar-benar berpencar. Eunha berjalan dengan pelan sembari memandangi
sekitar—siap siaga jika tiba-tiba ada zombie
menyerang, ia tidak habis pikir bahwa pusat perbelanjaan yang biasanya ramai
penuh dengan orang berlalu lalang. Kini sepi sekali. Barang-barang yang
biasanya tertata rapi di stan-stan, kini berhamburan ke mana-mana. Mulai dari
baju, buku, sepatu, dan banyak barang-barang lain berserakan di mana-mana.
Ck, semua ini ulah zombie zombie aneh
itu.
Kalau saja ini hari yang
normal, maka orang-orang akan berusaha untuk mencuri barang-barang tersebut.
Yah bagaimanapun meskipun berantakan, barang di pusat perbelanjaan masih sangat
layak pakai—walau beberapa ada yang rusak, sih.
Tapi syukurlah
orang-orang tidak melakukan itu. Mereka sepertinya masih bisa berpikir normal,
dan lebih menyayangi nyawa dibanding harta.
Brak!
Eunha terlonjak, ia
langsung menoleh dan menemukan ada zombie
yang baru saja menjatuhkan rak. Dengan gesit, Eunha langsung mengarahkan
pistolnya pada zombie tersebut dan
menembakkan pelurunya. Tapi bukannya mengenai zombie tersebut, peluru itu
justru mengenai dinding di sampingnya.
Sial. Salah sasaran.
Eunha mencoba lagi, lagi,
dan lagi sampai akhirnya pada peluru ke empat ia tidak meleset dan berhasil
menembak zombie tersebut. Terlalu
fokus pada satu zombie membuat gadis
itu tidak sadar bahwa sedari tadi ia diperhatikan oleh beberapa pasang mata
yang sedang sembunyi.
Syukurlah aku berhasil.
Eunha bernapas lega.
“Hei. Hei. Jung Eunha!” teriak suara dari seberang sana.
“Jawab aku! Kau masih hidup kan?”
“Tenang saja. Semua aman,
kok.” Kata Eunha tenang.
“Kau yakin?” tanya Jungkook meragu.
“Tentu sa—“ “AAAAA” Eunha
menjerit.
Tiba-tiba saja ada sebuah
tangan yang menarik baju pelindungnya. Oke, ralat tidak hanya sebuah, tapi ada
dua buah. Eunha merasakan ada tarikan di kanan kirinya. Gadis itu berusaha
dengan sekuat tenaga untuk melepaskan tarikan itu, tapi tidak berhasil. musuhnya
terlalu kuat. Bahkan kini ada zombie yang tiba-tiba muncul di depannya, dengan
tangan yang menempel pada pelindung kepalanya. Zombie itu mendorong Eunha dengan sekuat tenaga, sampai membuat
gadis itu jatuh ke belakang.
Sepertinya aku akan mati.
“Eunha, Eunha!” Eunha bisa mendengar suara di seberang sana, tapi ia
tidak cukup mampu untuk membalasnya. Ia masih berusaha sekuat tenaga untuk
melepaskan diri dari cengkraman tiga zombie
sialan ini. Gadis itu akhirnya sembarang menarik pelatuk, yang tentu saja
tidak membuat perubahan apa pun karena pelurunya hanya mengenai atap, bukannya zombie di depannya itu.
Gadis itu berusaha
menggerakan tangannya, mencoba agar bisa menembak zombie di depannya. Tapi sayang sekali, tenaga Eunha tidak sekuat
itu. Baju pelindungnya sudah terburu sobek karena ditarik dari segala arah.
Sial sudah.
Kini ia merasakan ada
sesuatu yang menggigit tangannya.
“GAME OVER!”
“SIALAN!” Jungkook
mengumpat dari bilik sebelah. Lelaki itu berdiri agar bisa melihat Eunha dengan
jelas.
Sang gadis hanya
meringis, sambil menunjukkan peace sign.
Jungkook berdecak, “Sudah
kubilang kan jangan jauh-jauh. Baru juga berapa menit.” Keluh Jungkook kesal.
“Ya maaf! Aku kan baru
main pertama kali! Memangnya kau waktu pertama kali bermain langsung jadi
ahli?” protes Eunha.
“Tentu saja! Aku kan Jeon
Jungkook.”
Eunha mencibir.
“Sudahlah, ayo kita makan saja. Aku lapar.”
“Makan saja sendiri. Aku
masih mau main.”
“Baiklah, padahal aku
berniat untuk menraktir.”
Jungkook berdeham,
“Tiba-tiba aku merasa lapar. Ayo makan saja!”
0 komentar:
Post a Comment