Menjadi fotografer yang bekerja pada suatu majalah fashion
membuat Ong Seungwoo terbiasa melihat wanita cantik, dan juga harus menahan
diri untuk tidak jatuh cinta. Pasalnya, akibat dari jatuh cintanya Ong pada
salah satu model, membuat hubungannya dengan kekasihnya dulu—Kim
Chungha—kandas. Sialnya, ia juga tidak mendapat balasan perasaan dari sang
model. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
Dua tahun hidupnya, ia berhasil untuk tidak jatuh cinta pada
salah satu model yang ia potret. Tapi kali ini, pertahanannya gugur juga. Salah
seorang model berhasil menarik perhatiannya. Lagi.
Sudah tiga kali ini gadis itu menjadi modelnya. Dia adalah
model pendatang baru yang sedang naik daun. Mungkin jika hanya sekali
pertemuan, perasaan Ong Seungwoo hanya mencapai batas kagum. Mungkin jika gadis
itu tidak tersenyum padanya, perasaan itu tidak akan menjadi sedalam ini.
Pertemuan yang tidak sengaja kala keduanya sedang belanja di
supermarket membuat perasaan lelaki itu semakin menjadi-jadi.
Ong Seungwoo sedang memilih-milih jajanan yang akan mengisi
perutnya saat ia sudah sampai di apartemen nanti.
“Seungwoo-ssi,”
seorang gadis memanggil.
Seungwoo menoleh, mendapati seorang gadis yang akhir-akhir
ini berlarian di pikirannya, berdiri di hadapannya.
“Oh, hai.” Seungwoo tersenyum canggung. Kesempatan ini tidak
boleh berlalu begitu saja. Otaknya berpikir keras mencari topik yang akan
dibicarakan.
“Kau dengan siapa?” belum sempat otak lelaki itu mencapai
tujuannya, gadis di hadapannya itu sudah bertanya lagi.
“Sendiri. Kau?”
“Aku juga.”
“Mau bareng?” Seungwoo akhirnya memberanikan diri. Hatinya
bersiap-siap untuk sebuah penolakan. Tapi resposnya sungguh di luar dugaan.
Gadis itu mengangguk, lalu mengatakan, “Ayo, aku mau belanja
sayuran.”
Seungwoo merasa jantungnya meletup-letup, antara kaget dan
tidak menyangka akan reaksi sang gadis. Lelaki itu kemudian tersenyum,
“Sebentar, aku mau ambil ini dulu,” ia memasukkan dua bungkus camilan ke dalam
keranjangnya.
Keduanya kini berjalan beriringan, mereka berbincang-bincang
mengenai banyak hal,masalah pekerjaan sampai makanan kesukaan. Entah mengapa
topik pembicaraan ini muncul dengan sendirinya. Yah, mungkin tidak hanya
Seungwoo yang menikmatinya, tapi gadis itu juga.
***
“Doyeon-ssi,”
Seungwoo memanggil ketika mereka hendak berselisih arah. Ehm, mereka sudah
selesai berbelanja, omong-omong. Yang dipanggil menghentikan langkah, menoleh.
Tatapan keduanya kini beradu. “Bagaimana kalau kau kuantar saja?”
“Tidak usah, aku sudah menelepon asistenku, kok.”
Dengan penuh kekecewaan, Ong Seungwoo mengangguk. Ia
berjalan ke arah mobilnya. Yah, setidaknya menghabiskan waktu selama—tunggu,
selama dua jam? Itu sangat lebih dari cukup. Mengingat saat ia jatuh cinta
kepada model sebelumnya, ini adalah sebuah peningkatan.
Entah hanya perasaan Ong Seungwoo atau bagaimana, lelaki itu
merasa bahwa Doyeon juga menaruh atensi padanya. Terlihat dari bagaimana ia
menyapa lelaki itu, dan menerima ajakannya untuk belanja bersama. Ah, atau
mungkin Ong Seungwoo hanya kelewat percaya diri?
***
Setelah sampai apartemen, Doyeon buru-buru membuka
lemarinya. Mencari benda yang sejak tadi berkeliaran di kepalanya. Gadis itu
mencari di setiap sudut lemari, tapi tak kunjung menemukannya. Apa
jangan-jangan sudah dibuang? Tidak, tidak mungkin. Mana mungkin gadis itu
membuang benda sepenting itu.
Atau mungkin, Doyeon memindahkannya? Tapi ke mana? Gadis itu
berusaha mengingat-ingat di mana dan kapan terakhir kali ia melihat benda itu.
Ia ingat, belum lama ini ia memegang benda itu, dan mengamatinya dengan rasa
tidak percaya.
Sepertinya, ia memindahkannya ke—
Doyeon membuka laci meja, dan benar dugaannya. Benda itu ada
di sana. Gadis itu tersenyum lebar, bersorak gembira. Takdir memang terlalu
indah untuknya.
***
Pagi ini, Seungwoo sama sekali tidak berniat untuk ke
mana-mana. Di hari minggu yang damai ini, ia hanya akan tiduran di kamarnya, atau
mungkin bermain game online. Atau apa
pun. Asal tidak keluar dari apartemennya. Tapi sayangnya, pesan dari Kang
Daniel menggoyahkan imannya.
Kang Daniel seorang produser dari suatu acara talk show di televisi, mengatakan bahwa
Kim Doyeon akan menjadi bintang tamu dalam acaranya. Membuat niatan Ong
Seungwoo yang semula tidak ingin keluar dari apartemennya, berubah tiga ratus
enam puluh derajat.
Di sinilah ia sekarang. Duduk di antara para penonton.
Memerhatikan Kim Doyeon yang sedang diwawancarai. Gadis itu berbicara soal
karirnya, yang sejujurnya tidak terlalu menarik bagi Seungwoo. Tapi ketika
gadis itu menyebut sekolah di mana ia pernah mengabdi ilmu, itu menyedot
seluruh atensi Seungwoo. Ia memastikan bahwa telinganya tidak salah mendengar,
dan penglihatannya juga tidak ngawur.
Karena pada saat Doyeon menyebut sekolah, mata gadis itu menatap ke arahnya.
Karena penasaran, lelaki itu mengambil ponsel, dan melihat
profil Kim Doyeon di sebuah pencarian. Benar, ia tidak salah dengar. Gadis itu
dulu adalah adik kelasnya. Bagaimana bisa Seungwoo tidak mengingat bahwa ia
memiliki adik kelas semacam Doyeon?
***
Keajaiban yang terjadi pada Ong Seungwoo ternyata belum
berakhir, kali ini ia mendapat pesan line
dari Doyeon, untuk menemuinya di kafe yang ada di dekat studio tempat acara
talk show tadi. Entah gadis itu
mendapatkan idlinenya dari mana.
Lelaki yang memakai celana jeans dipadupadankan dengan kaos hitam dan kemeja berwarna biru
itu, kini masuk ke dalam sebuah kafe. Ia melihat seorang gadis yang memakai masker
hitam, melambai ke arahnya.
“Hai,” Ong Seungwoo tersenyum canggung.
Tanpa menjawab, Doyeon langsung mengambil sesuatu dari dalam
tasnya, “Aku ingin menunjukkan ini.” Ia menyerahkan sebuah foto pada Ong
Seungwoo--barang yang ia cari beberapa hari lalu.
Lelaki itu terkejut setelah melihat foto tersebut. Pasalnya,
di foto itu, ada dia dan Doyeon. Astaga, lelaki itu bahkan tidak ingat sama
sekali bahwa ia pernah berfoto dengan Doyeon. Di foto itu ia memakai seragam
SMA, dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Sementara Doyeon, membawa bunga.
Sepertinya ini saat acara kelulusan.
“Yah, kau mungkin tak ingat karena pada saat itu kau masih
menjalin hubungan dengan Kak Chungha.”
Seungwoo berusaha memutar otaknya, mengingat-ingat apa yang
terjadi pada masa SMA. Tapi tidak berhasil, yang ada di otaknya hanya Chungha,
Chungha, dan Chungha. Ya, wajar saja sih. Mengingat saat itu adalah masa
keemasannya dengan Chungha.
Doyeon berdeham, “Sudah dulu ya. Aku ada urusan.” Gadis itu
pergi, membiarkan foto yang tadi ia bawa tetap dalam genggaman Seungwoo.
Sepertinya, takdir terlalu indah bagi seorang Ong Seungwoo.
Yah, mungkin ini adalah penggantian dari masa-masa kesepiannya selama dua
tahun.
0 komentar:
Post a Comment