Rose hampir tersedak ketika ia mendengar suara seseorang
yang dikenalinya terdengar dari speaker yang ada di pinggir panggung. Suaranya
mengge;egar ke seluruh penjuru sekolah. Menyanyikan sebuah lagu yang paling
sering gadis itu dengar, dan sangat ia sukai—All of you milik John Legend.
Gadis yang semula sama sekali tidak minat dengan perayaan
hari ulang tahun sekolahnya—ia sama sekali tidak peduli dengan acara pentas
seni—kini berlari menuruni tangga, lalu membuang segelas cappuchinonya ke
tempat sampah.
Rambutnya yang dibiarkan tergera terombang-ambing mengikuti
langkah kakinya. Gadis itu kini sudah berhasil berdiri di belakang kerumunan
orang yang sedang menikmati musik yang dialunkan oleh band yang
sedang tampil.
Karena tingginya tidak melebihi tinggi anak laki-laki, maka
mau tak mau ia harus menelusup agar bisa sampai ke barisan paling depan, supaya
bisa melihat langsung sang vokalis.
“Misi, Misi!” Teriaknya sembari mengusahakan diri agar bisa
ke barisan paling depan.
***
“Rose?” panggil laki-laki di sebelahnya.
Gadis yang dipanggil sedang menyalin catatan sang laki-laki.
Ia hanya bergumam. Seratus persen atensinya terfokus pada tulisan-tulisan yang
ada di buku sang lelaki. Ia sama sekali tidak memerhatikan seorang laki-laki di
depannya. Yang saat ini tengah memerhatikan Rose.
“Rose lihat gue.” Suara berat lelaki itu terdengar kembali.
Merasa lelaki itu akan membicarakan hal yang serius, Rose
meletakkan bolpoinnya. Ia berhenti menyalin, kini gadis itu menatap lelaki yang
ada di hadapannya.
“Apa?”
Lelaki itu berdeham. “Gue mau ikut tampil besok.”
“Oh.” Rose mengangguk-angguk. Atensinya belum sepenuhnya
teralih secara maksimal.
“HAH APA?” tanyanya kini yang sudah berhasil mencerna
kalimat sang lelaki.
“Gue ikut tampil besok.” Ulang laki-laki itu.
Tawa Rose langsung menyembur. Membuat seisi kelas langsung
memerhatikannya. Tapi ia tidak peduli. Tetap tertawa.
“Mau ngapain lo?” tanyanya di sela-sela tawa.
“Nyanyilah,” Lelaki itu menjawab dengan percaya diri.
Tawa gadis itu makin keras. Ia merasa bahwa lelaki di
hadapannya ini sedang bercanda. Oh ayolah, yang benar saja, memangnya bisa
nyanyi? Rose bahkan belum pernah satu kalipun mendengar laki-laki itu
bernyanyi.
“Sejak kapan lo bisa nyanyi ha?” tanyanya menyindir.
Lelaki itu berdecak. “Awas ya, lo harus nurutin satu
permintaan gue kalau gue beneran bisa nyanyi,” ucapnya ketus.
Rose tidak habis pikir. Kenapa pula lelaki ini tiba-tiba
begini? Ia masih saja tertawa. “Silahkan, gue terima tawaran lo!” ucapnya
menantang.
Gadis berambut panjang itu percaya diri dengan perkataannya.
Ia sama sekali tidak pernah melihat lelaki itu berlatih lalu apa katanya? Mau
tampil? Yang benar saja. Itu pasti hanya lelucon.
“Gue bakal nyanyi all of me!”
Rose mengangkat sebelah alisnya, menatap lelaki itu
meremehkan, “Silahkan.”
Tanpa berkata apa-apa, lelaki itu mengambil buku tulisnya,
lalu pergi meninggalkan Rose yang masih ternganga. Gadis itu kemudian sadar
bahwa ia belum selesai menyalin catatan lelaki itu. Rose bangkit dari duduknya,
berlari keluar kelas.
Punggung lelaki itu masih terlihat, tapi sudah lumayan jauh.
“WOI! Gue belum selesai nyatet!” Teriaknya. Tapi tidak ada respon dari si
empunya buku.
“Dih gitu aja ngambek. Lagian juga bohong nggak kira-kira,”
gumamnya.
***
Rose kini sudah berada di barisan paling depan, menatap
lelaki itu yang kini tengah asyik menyanyikan menit-menit terakhir lagu All
of Me. Setelah selesai menyanyikan lagu, lelaki itu menatap Rose. Kemudian
tersenyum penuh kemenangan.
Sejak kapan suara lelaki itu seindah ini?
Rose seperti tertembak tepat di jantung. Ia merasa meleleh.
Darahnya berdesir. Kupu-kupu berterbangan dalam perutnya. Ia benar-benar
melambung setinggi-tingginya.
Gadis itu benar-benar mengingat jelas apa yang tertulis di
pesan yang dikirim lelaki itu tadi pagi.
Jadi permintaannya adalah lo harus mau jadi pacar gue.
“Sialan lo, Goo Junhoe!” teriaknya frustasi.
FIN
0 komentar:
Post a Comment