[Fanfiction] Beautiful Illusion


         
          Wanita-wanita dengan rambut pirang yang menyentuh punggung hilir mudik dengan kostum lengkap musim dingin—boots selutut, kacamata hitam, syal, dan topii. Suhu udara yang hampir menembus angka 0 derajat celsius justru tidak memudarkan selera berpakaian mereka. Pemandangan itu dari balik kaca suatu kafe di kota Sofia. Salah satu perempuan asal Bulgaria telah membawaku ke tempat ini. Meninggalkan semua pekerjaan yang menumpuk di Korea.

Masih teringat jelas, saat pertama kali kami bertemu. Saat itu musim dingin. Bedanya, jika kali ini musim dingin di Bulgaria, saat itu musim dingin di Korea. Kami menghangatkan diri dengan meminum cokelat panas di kafe yang sama. Tentu saja itu terjadi bukan karena kebetulan. Kami memang sengaja bertemu untuk membicarakan pekerjaan.

Zora. Jawabnya saat kutanyakan nama.

Pekerjaan membuat kami saling bertemu. Pertemuan-pertemuan awal, kami hanya bicara soal pekerjaan. Tapi lama kelamaan, kami membicarakan banyak hal. Sampai akhirnya aku tahu bahwa dia orang Bulgaria.

Gadis berambut pirang itu juga bercerita, bahwa saat pertama kali ia menginjakkan kaki di negeri ginseng, dia sedikit bingung. Ia awalnya tidak mengerti bahwa anggukan kepala itu berarti iya dan gelengan kepala berarti tidak. Di negeri asalnya, orang-orang akan berjabat tangan jika setuju dan akan menganggukan kepala jika tidak setuju.

Dia bercerita banyak hal. Juga tentang hari nama yang lebih dihargai dari hari ulang tahun. Hari nama adalah hari di mana bayi-bayi yang telah lahir itu diberi nama. Biasanya, pemberian nama itu beberapa hari setelah bayi lahir.

Pelayan kafe yang mendatangiku sembari membawa secangkir cokelat panas membuatku berhenti bernostalgia. Pelayan itu tersenyum kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.

Pemandangan di ibu kota Bulgaria ini membuatku merubah tujuan awal. Berjalan-jalan sebelum bertemu dengan Zora sepertinya merupakan pilihan terbaik.

***

“Ji Soo, kau tahu hal apa yang paling menakutkan di dunia?” Zora menghentikan langkahnya. Yang membuat langkahku otomatis terhenti juga. Kini, mata kami saling bertatapan. Iris biru mudanya benar-benar berhasil menghipnotisku selama beberapa detik.

Setelah berusaha memutar otak, aku akhirnya mengangkat bahu. “Entahlah, menurutmu apa?”

“Kehilangan seseorang yang kau sayang sebelum kau sempat mengatakan sesuatu yang seharusnya kau katakan padanya.”

Hatiku mencelos. Entah kenapa ada perasaan tidak enak datang mengusik. “Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu?”

Zora menarik ujung-ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman yang berhasil membuatku jatuh lagi, lagi, dan lagi. “Hanya ingin. Sudahlah, ayo.” Zora mulai melangkah lagi.

***

Zora pernah berkata, bahwa jika kau pergi ke Sofia, maka kau harus datang ke Katedral Alexander Nevsky. Katanya, itu merupakan ikon dari Sofia. Dan, di sinilah aku sekarang. Berada di depan Katedral Alexander Nevsky.

Bangunan itu terlihat mencolok karena nuansanya yang berbeda dengan bangunan lain.

“Ji Soo!”

Aku menoleh. Perempuan berambut pirang berjalan ke arahku. Ia tiba-tiba saja merangkulkan tangannya ke pundakku. Aku mengerjap-ngerjapkan mata. Masih tidak percaya bahwa Zora ada di sini. Seluruh perasaan berubah menjadi satu. Ingin rasanya melingkarkan tangan di pinggang perempuan itu. Lalu membiarkan dia menyandarakn kepalanya di dadaku. Tapi, aku tak bisa. Aku tak bisa melakukan itu.

Perempuan itu tertawa. Memamerkan deretan giginya yang rapi. “Tidak usah kaget begitu.”

“Bagaimana kau bisa tahu aku ada di sini?”

“Insting,” ucapnya bersemangat.

Kami berdua memasuki katedral. Decak kagum tak henti-hentinya kulontarkan. Dinding cokelat yang berhiaskan lukisan-lukisan itu menarik seluruh atensiku. Belum lagi, lilin-lilin yang mengeluarkan asap. Itu justru menambah kesan indah di sini. Nuansa klasiknya benar-benar terasa.

Bukan hanya di dinding, saat kau melihat ke atas, lukisan juga berada di sana. Oh, tak lupa juga lampu-lampu gantung yang sangat besar menghiasi tempat ini. Aku sampai ngeri sendiri jika tiba-tiba saja lampu itu terjatuh.

“Omong-omong, apa yang membawamu datang ke sini?”

“Banyak hal. Bertemu denganmu adalah salah satunya.” Begitu aku mengatakan itu, semburat merah langsung muncul di kedua pipinya. Sungguh, dia benar-benar lucu jika sedang tersipu malu.

Iris biru terang perempuan itu menatapku, “Kau makin tampan, Ji Soo,” ujarnya.

“Asal kau tahu ya, aku memang tampan.” Aku mengusap-usap rambut pirangnya.

Perempuan itu membenarkan rambutnya. “Ji Soo, kau membuatnya berantakan.”

Aku hanya menarik ujung-ujung bibirku. Dia benar-benar menggemaskan. Wajahnya tidak berubah walau sudah tiga tahun berlalu. Pun dengan perilakunya. Seolah waktu tidak pernah ia lalui.

“Ji Soo, kau pasti lapar, kan?”

Aku mengangguk.

***

Mwo?

“Memangnya dia tidak memberitahumu?”

Aku menggeleng.

Lelaki di hadapanku—yang notabene adalah rekan kerja. Ralat. Mantan rekan kerja Zora—menepuk-nepuk pundakku. “Tenang saja, dia pasti akan segera menghubungimu setelah dia sampai di sana.”

Aku menangguk. Lemas. Semangat yang baru saja berkobar-kobar seolah lenyap terbawa angin. Sudahlah, Ji Soo. Masih ada waktu. Kau bisa memberitahunya saat dia sudah sampai di Bulgaria, kan?

Kuembuskan napas keras-keras, berusaha untuk menghibur diri. Tapi percuma saja. Yang kubutuhkan sekarang adalah Zora. Menyemangati diri sendiri tidak membuat Zora kembali ke sini. Sial. Bagaimana jika dia tidak pernah kembali ke Korea?

***

“Zora, aku ingin mengatakan sesuatu padamu.”

Zora yang semula berjalan di depanku, menghentikan langkahnya. Ia berbalik. Ia menaikkan kedua alisnya.

“Aku mencintaimu.”

Aku tertawa. Sangat keras. Sampai-sampai menarik seluruh perhatian orang yang ada di sekitar sini. Ah, mereka hanya melirik. Kemudian melanjutkan kembali kegiatan mereka. Tawa itu kini berhenti. Giliran bulir-bulir air mata yang mengalir dari sudut mataku. Bodoh. Lelaki tidak seharusnya menangis. Apalagi di tempat umum seperti ini.

***

Headline berita siang ini benar-benar membuat dadaku sesak. Aku tidak menyangka bahwa semuanya akan berubah menjadi seperti ini. Bagaimana bisa seseorang yang tadi malam tertawa di sampingku bisa pergi begitu saja?

Cuaca ekstrim mengakibatkan pesawat menuju Bulgaria yang berangkat dari Korea pagi ini mengalami kecelakaan. Tidak ada yang selamat dari kejadian ini.


Fin.

0 komentar:

Post a Comment